Sabtu, April 10, 2010

Dari Kegelapan Menuju Cahaya

Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya. Al Qur’an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apapun. Disini tidak ada yang mengerti bahasa arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur’an tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir pekerjaan gilakah, orang diajar membaca tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya - cuplikan surat Kartini kepada Stella, tahun 1899.

Pada waktu itu pemerintahan Hindia Belanda memperbolehkan umat muslim mengajarkan Al Qur’an dengan syarat tidak boleh diterjemahkan alias cuma belajar baca huruf arab. Ini memang politik Belanda agar orang-orang Indonesia tidak paham terhadap Al Qur’an dan tidak angkat senjata memerangi penjajah Belanda. Pengaruh ini masih dapat kita jumpai sampai saat ini, yang diutamakan dalam belajar Al Qur’an adalah KATAM bukan PAHAM, lebih utama “berapa kali katam” bukan “berapa ayat yang sudah paham”.

Suatu ketika Kartini mengikuti pengajian Kyai Soleh Darat yang diadakan di rumah pamannya. Kartini mendengarkan pengajian bersama wanita lainnya dari balik tabir. Kartini tertarik materi yang diberikan, tafsir Al Fatihah. Setelah pengajian, Kartini ditemani pamannya menemui Kyai Soleh Darat. Kartini menceritakan, bahwa baru saat itu dia mengerti makna surat Al Fatihah yang sangat indah sampai menggetarkan hatinya. Kartini meminta agar Kyai Soleh Darat menerjemahkan Al Qur’an kedalam bahasa Jawa.

Terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Jawa tersebut diberi judul Faidhur Rahman Fit Tafsiril . Jilid pertama terdiri dari 13 juz (surat Al Fatihah sampai Ibrahim) dihadiahkan kepada Kartini pada saat menikah dengan R.M Djoyodiningrat, Bupati Rembang. Kyai Soleh Darat meninggal beberapa saat setelah menyelesaikan buku jilid pertama tersebut, tapi bagi Kartini hal ini sudah cukup membuka pikirannya terhadap Islam. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif. Mulai saat itu Kartini bercita-cita untuk menjadi seorang muslimah sejati.

Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai – cuplikan surat kepada Ny. Van Kol , tahun 1902.

Ungkapan Habis Gelap Terbitlah Terang itu sebenarnya Kartini temukan dari Al Barqarah : 257 “….minazhzhulumati ilan nuur” yang artinya “…dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)” Kalimat “minazhzhulumati ilan nuur” sering Kartini ulang-ulangi di dalam suratnya, yang dalam bahasa Belanda ditulis sebagai Door Duisternis Tot Licht.

Dan saya menjawab, Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan beriman kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentunya kami sudah memuja orang dan bukan Allah – cuplikan surat kepada Ny. Abendanon, tahun 1902.

Kartini merumuskan arti penting pendidikan untuk kaum wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki, namun agar kaum wanita lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagi ibu.

Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri kedalam tangannya : menjadi Ibu, pendidik manusia yang pertama-tama – cuplikan surat kepada Prof. Anton dan Nyonya, tahun 1902.

Kartini meninggal dalam usia 25 tahun , 4 hari setelah melahirkan putranya. Semoga ketauhidan dan semangatnya diwarisi oleh seluruh wanita Indonesia.
Semoga bermanfaat ……

*dari berbagai sumber